Selama ini para wanita hamil selalu merasa ketakutan jika harus bepergian dengan pesawat terbang, meski moda transportasi ini dirasa lebih aman daripada menggunakan kendaraan darat atau air. Namun menurut sejumlah dokter dari Inggris ketakutan ini tak beralasan.
Seperti dilansir Daily Mail, Jumat (24/5/2013), dokter-dokter dari Royal College of Obstetricians and Gynaecologists ini sepakat jika penggunaan transportasi udara tidaklah memberikan risiko yang signifikan pada wanita hamil berikut calon jabang bayinya, bahkan hingga tiga minggu sebelum hari persalinan.
Dengan kata lain ibu hamil yang kondisi kehamilannya sehat atau tanpa komplikasi apapun tetap bisa terbang asalkan usia kehamilannya tak mencapai 37 minggu.
Menurut tim dokter ini, biasanya yang ditakutkan ibu hamil saat berkendara dengan pesawat terbang adalah risiko kesehatan akibat paparan full-body scanner di bandara, menurunnya tekanan oksigen selama penerbangan hingga travel sickness alias mual-mual di tengah perjalanan.
Namun mereka menekankan kesemuanya tak perlu dikhawatirkan asalkan sebelum memutuskan bepergian dengan pesawat terbang ibu hamil telah melakukan tindakan antisipasi.
Misalnya karena salah satu risiko paling serius yang dapat dialami ibu hamil di atas pesawat terbang adalah persalinan prematur, maka ibu hamil yang mempunyai risiko prematur karena faktor seperti berkali-kali melahirkan disarankan untuk tidak terbang ketika usia kehamilannya telah mencapai 32 minggu.
Ibu hamil pun diminta memperhatikan risiko DVT yang biasanya terjadi dalam kondisi kram atau karena tak bergerak dalam waktu lama akibat penerbangan berdurasi panjang. Kata tim dokter, kondisi ini merupakan kekhawatiran bagi sebagian besar ibu hamil tapi dapat diatasi dengan pemberian stoking kompres yang elastis secara bertahap.
Begitu pula dengan body scanner karena kata tim dokter, perangkat keamanan ini tidak memberikan bahaya tambahan bagi ibu hamil karena dosis radiasinya kecil.
Kendati begitu, setiap dokter ahli kandungan perlu mengetahui tentang kondisi-kondisi medis yang bisa saja menyebabkan komplikasi kehamilan serta meningkatkan gangguan kesehatan sepanjang penerbangan, seperti anemia parah, pendarahan yang terjadi beberapa hari sebelum penerbangan, penyakit jantung atau pernapasan serius serta patah tulang.
"Tapi untuk kehamilan yang tidak disertai komplikasi, tak ada alasan untuk melarang si ibu hamil terbang. Tak ada masalah juga bepergian dengan pesawat terbang di minggu-minggu awal kehamilan meski pertimbangan utamanya adalah kekhawatiran maskapai jika penerbangan dapat menimbulkan risiko pada persalinan," tandas Profesor Ian Greer dari University of Liverpool yang ikut menuliskan paper tentang hambatan yang seringkali dialami ibu hamil ketika menggunakan moda transportasi udara.
"Lain halnya jika seorang wanita memiliki riwayat keguguran atau kehamilan ektopik, akan lebih baik jika wanita ini menjalani ultrasound terlebih dulu sebelum bepergian untuk memastikan lokasi dan viabilitas kehamilannya," sarannya.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!